GALUNGAN


Mitologi Galungan

Di dalam Usana Bali diceriterakan, bahwa perayaan Galungan adalah suatu peringatan alas kemenangan Bharaya Indra daJam pertem­purannya melawan raja Mayadanawa. Mitologi ini mengandungsuatu kias tentang pergulatan anraya Dharma melawan Adharma yang berak­hiT dengan kernenangan Dharma.

Lebih jauh menurut lontar Usana Bali diceriterakan, bahwa sebeIum pemerintahan raja Mayadanawa di Bali, pelaksanaan ajaran agama Hindu berjalan dengan baik. Pe!aksanaan itu diawali dari mulai Sang Tapa Hyang yaitu Sang Kulputih yang berasal dari Jawa datang ke Bali dan bertempat tinggal di Besakih sebagai Pamangku, dalarlt waktu yang cukup lama. Sejak beliau mulai menjadi pamangku, muncul air di Kiduling Besakih yang kemudian diberi nama air suci Sindhu (Tirtha Sindhu) Air sud tersebut dipergunakan sebagai - sarana penyucian terhadap diri Sang Kulputih setiap Pumama dan THem. Eeliau adalah seorangyang arifbijaksana, dapat mengetahui keadaari secara lahirdan batin. Beliau pulalah yang melaksanakan upacara-upacara pemujaan secara lengkap dengan sarana-sarana upakaranya berupa bebanten, yang dipersembahkan dengan puja mantra dan diantarkan dengan suara bajra yang oraTing, sehingga mengakibatkan terjadinya suasana hening sebagai tanda turunNya para Dewa / Tuhan memberikan ke­makmuran kepada umatnya.

Setelah Sang Kulputih, juga diceriterakan kedatangan Mpu Kuturan dari Jawa ke Bali, mengajarkan ten tang pembuatan tempat­tempat sud sampai ke Desa-desa, seperti Kahyangan Tiga, upakara­-upakara pada saat-saat hari raya, yang pada prinsipnya lebih meman­tapkan umat Hindu dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya. Pelaksanaan ini telah pula dikukuhkan dalam Raja Purana dan prasasti-prasasti, untuk kemudian dapat diwariskan serta dilanjutkan oleh umat selaku generasi penerusnya. Disamping Mpu Kuturan, juga diceriterakan pemerintahan raja-raja yang lain seperti : ]ayapangus, Sang Ratu Detya di Balingkang dan Ratu Mayadanawa di Bedahulu. Dianraya pemerintahan raja-raja tersebut ketika pemerintah­an raja Mayadanawa terjadi pergolakan yang hebat, karena pemerintah­annya sangat berbeda dengan raja-raja yang lainnya. Beliau dikenal sebagai raja yang sakti, Ioba, angkara murka, raja diraja dan mengang­gap dirinya paling sakti, Iebih sakti dari para Dewa, Tuhan dan malahan dinyatakan bahwa dirinyalah sebagai Tuhan. Beliitu melarang segala upacara -upakara yang telah biasa terlaksana sebelumnya, sehingga bumi Bali menjadi kering dan tidak menghasilkan apa-apa. Perlakuan tersebut mengakibatkan rakyat Bali hidupnya sangat sengsara. Hal ini sangat dirasakan oleh Sang Kulputih, sehingga Beliau bersama-sama dengan para pamangku dari berbagai desa-desa lain memohon ke Pura Besakih, agar dapat diselamatkan dari serangan raja Mayadanawa. Permohonan- tcrsebut direstui oleh Dewa-dewa di Indraloka, dan kemudian mengutus Bharaya Mahadewa dan Bhatari Danuh serta Bha­raya-Bharaya semuanya untuk turun ke Bali, dan menghaturkan pula dud uk persoalannya kehadapan Bharaya Pasupati, yang dilanjutkan dengan mohon kematian raja Mayadanawa, karena segala perbuatan­nya telah mengakibatkan kehancuran di bumi Bali itu. Segala petunjuk tersebut dilaksanakan dengan baik, sehingga pelaksanaan kepergian­nya itu diantarkan dari alam niskala Indraloka, dan akhimya Bharaya Indra telah berada di Bali diiringi oleh para Dewa, Raksasa yang telah lengkap dengan senjata untuk berperang, disertai dengan jutaan peng­ikutnya dalam keadaan siap tempur.

Kedatangan pasukan Bharaya Indra itu telahdidengaroleh raja Mayadanawa di Bedahulu, sehingga segera para. patih, mantri dan punggawa semuanya dikumpulkan, karena kerajaannya akan menda­pat serangan untuk dihancurkan. Untuk menyelidiki kebenarannya, maka diutuslah patih Kala Wong berangkat, serta melaporkan hasilnya dengan segera pada raja Mayadanawa. Ternyata semua hasil penyeli­dikannya itu benar.

Pasukan yang dipimpin oleh Bharaya Indra dengan semua pengirlngnya, telah berada di Besakih dan memenuhi tempat yang ada, lalu saatitu beliau memanggil Bhagawan Narada dengan widyadaranya akan diutus.selaku duta lee Bedahulu, menyelidiki perlakuan raja Maya­danawa, mempersiapkan dirinya menghadapi serangan. Perintah terse­but dilaksanakan dan hasilnya segera dilaporkan pula bahwa pasukan Mayadanawa sudah slap sedia. Turunlah pasukan Bharaya Indra dan terjadilah peperangan dengan hebatnya, yang mengakibatkan banyak yang mati, dianrayanya para patih raja Mayadanawa yang diandalkan banyak mati terbunuh. Kejadian ini segera dilaporkan oleh Kala Wong pada raja, dan Mayadanawa menjadi marah serta segera pergi ke medan peranguntukmenga.dakan perlawanan terhadap musuh-musuhnya itu. Di lain pihak pasukan Bharaya Indra telah slap untuk menghadapinya, karena telah diketahui para pengikut Mayadanawa semakin berkurang. Menghadapi ini lalu M<;1yadanawa dengan patih Kala Wong mempergu­nakan kesaktiannya untuk menghindar dan mengelabui serangan musuhnya, yaitu dengan berkali-kali mengubah rupanya. Selain itu air yang mengalir di sungai dibuatnya beracun, agar setiap diminum oleh pasukan musuh mengakibatkan kematian. Semua usahanya ini berhasil, namun cepat pula diketahui oleh Bharaya Indra sehingga beliau segera mengutus Bhagawan Narada dengan Bhagawan Whraspati dan para bhujanggaResi Ciwasogata untukmemohon keselamatandengan Weda Yoga Sandhinya, supaya air yang beracun itu cepat berubah menjadi tirtha amertha sebagai somber kehidupan terhadap para pengikutnya semua. Upacara pennohonan itu segera dilaksanakan, namun tirtha amertha belum juga muncul. Pada kesempatan itu lalu turunlah Bharaya Indradengan Bharaya Mahadewa dari Padmasana menancapkangaganco dan umbul-umbul terns dilanjutkan memohon dan memuja dengan Weda Yoga Sandhinya, akhimya dengan tiba-tiba muncul percikan tirtha dengan kekuatan yang loaf biasa, serta dapat menghidupkan semua pengikut yang tadinya telah mati keracunan. Tirtha tersebut kemudian diberi nama Tirtha Empul. Selanjutnya perjuangan untuk mengejar pasukan Mayadanawa dikerahkan lagi menuju ke Manukaya dan mengurungnya dari segala penjuru. Pada kesempatan ini Mayadanawa sering berpindah-pindah dan berubah-ubah bentuknya akibat dari kesaktiannya, sehingga tidak terlihat oleh Bharaya Indra dalam pengejarannya, namun akhimya Mayadanawa dapat pula terbu­nuh dengan mengeluarkan darah dari sekujur tubuhnya sampai menga­liT ke arah selatan, dan konon sungai ini kemudian bernama We Patanu / Tukad Patanu. Dengan sudah terbunuhnya Mayadanawa itu, maka dimulailah melaksanakan pemujaan dan persembahan upacara-upaka­ra yang terputus itu kembali, dan diperingati sebagai hari kemenangan Dharma melawan a-Dharma.

Demikian mitologi tentang kemenangan Dharma melawan a­Dharma dikiaskan dengan pergulatan / peperangan anraya Bharaya Indra melawan Mayadanawa, yang berakhir dengan kemenangan dipihak Dharma/penganut agarna dan diperingati sebagai bari Galu­ngan.

Lebih jauh dapat dikaji dari mitologi Galungan tersebut, bahwa dengan berhasiInya kemenangan dharma itu merupakan bari turunnya Dharma untuk ditegakkan kembali. Oleh sebab itu, maka hari Raya Galungan juga disebut hari "Pawedalan Jagat", yang pelaksanaan peri­ngatannya dimulai dari Tumpek Wariga, sebagai upacara awal untuk menyongsong kedatangan Galungan. Hari Pawedalan jagat, merupa­lean penngatan untuk mengupacarakan kelahiran Junia dengan segala isinya, yang pennohonannya ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumbemya. Pawed.alan Jagat, maksudnya bahwa dunia dengan segala isinya telah lahir kembali, karena semenjak pemerintaha!1 raja Mayadanawa, pemeliharaannya baik secara lahir ma_-=-pun batin tidak mendapatkar. perhatian, yang mengakibatkan keadaan jagatjaman itu mengalami kehancuran. Kehancuran tersebut, disebabkan oleh keserakahan nafsu Mayadanawa dalam pemerintahannya, yang berusa­ha memaksa untuk menghilangkan kepercayaan dan keyakinan para rakyatnya yang telah taat pada ajaranagamanya, serta menyuruh memuja dan memu_ dirinya, serta menganggapdan menyatakan bahwa dirinya­lab Tuhan yang paling 58.kti di Junia ini. Paksaan ini bagi para penganut agama, jelas tidak dapat diterima, maka itulah sampat terjadi pergulat­ani peperangan yang didukungoleh para abdi agarna, dibawah pimpin­an yang ditokohkan sebagai Bharaya Indra yang mengayomidanmenye­lamatkan para pendukung agama itu, yang diperjuangkan secara lahir batin. Secara lahir, yaitu dengan berperang mengadakan pedawanan untuk menegakkan kebenaran dengan didukung oleh semangat kerja, sedangkan secara batin melalui berdoa untuk memohon petunjuk dan kekuatan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui tapa, brata, yoga dan semadi, agar terhindar dari mala petaka. Demikianlah makna­nya yang terkandung dalam mitologi Galungan patut disyukuri hik­mahnya dengan melaksanakan peringatannya setiap 210 hari / 6 bulan sekali secara lahir batin, demi kelangsungan tegak dan kokohnya dhar­ma itu sepanjang masa.

Selanjutnya tentang tokoh Mayadanawa dalam mitologi ini, perlujuga dikaji lebihmendalam, siapakah sebenamya beliau itu. Untuk adanya sekedar gambaran berdasarkan sumber tertulis yang dapat ditemukan dan kepercayaan dimasyarakat, akhimya dapat disimpul­kan bahwa raja Mayadanawa itu adalah seorang raja keturunan dari Singha Mandawa, yang dalam suatu prasasti (875) menyebut nama (j:ri Agni Nripati, dengan pusat kerajaan mula-mula berada di daerah Kin­tamani, tetapi kemudian karena istananya terbakar dan berusaha rnen­cari daerah yang lebih makmur, dipindahkan ke daerah Pejeng / Beda­hulu. Beliaumula-mula menganut agama Waisnawa, kemudian beraga­ma qiwa, yang selanjutnya karena merasa dirinya kuat, Iplu mengang­gap dirinya sebagai Tuhan dan melarang rakyatnya memuja leluhumya ataupun Tuhan yang telah diyakininya. Larangan inilah yang dirasakan sebagai paksaan, sehingga untuk membela kebenaran berdasarkan keyakinannya dihadapi dengan peperangan, yang akhimya dapat mengalahkan Mayadanawa dalam tahun 887 Çaka.

Dikalangan rnasyarakat, rnitologi tentang Mayadanawa yang juga telah memasyarakat, adalah menganggap beliau sebagai seorang raja yang sudah berjnana tinggi, sehingga dengan kesaktian yang telah dirnilikinya, beliau dapat terhindar dari serangan musuh serta sering dapat berubah-ubah rupa dan bentuk yang sulit diketahui oleh rakyat biasa. Akibat merniliki joana yang tinggi, maka cara beliau sulit diikuti oleh rakyatnya, yang termasuk goiongan awam untuk rnelaksanakan ajarannya, sehingga beliau melarang rakyatnya untuk melaksanakan pemujaan tel:.ddap Tuhan dan leluhumya. Bila hal ini dikaji lebih mendalam, tentang jalan yang bel urn searah ini dapat terjadi anraya raja yang memerintah dengan rakyat yang diperintahnya itu kemungkinan terletak pada tinggi dan rendahnya penghayatan masing-masing dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Dianraya keempat jalan yang ada, yaitu tentang Catur Marga itu,maka raja Mayadanawa kemungkinan menempuh Jnana Yoga sedangkan rakyatnya barn sampai pada tingkatan Bhaktidan Karma Marga. Rupa-rupanya dari jalan yang ditempuh itulah merupakan pangkal tolak munculnya ketidak searahan itu, sehingga sampai terjadi peperangan tersebut, yangakhimya dari hasil perang itu pulalah menimbulkan akibaJ terjadinya kekalahan dan kemenangan. Yang kalah akan lenyap, dan yang menang akan jaya. Demikianlah kemenangan Dharma merupakan kejayaan bagi umat Hindu untuk tetap menegakkan dharmanya, serta memelihara kekokohannya.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo