Dalam Literatur Hipnosis, saat kondisi gelombang pikiran seseorang dalam keadaan alpha maupun teta, anda memasuki kondisi "sugestif" yaitu kondisi atau keadaan ketika manusia cenderung mudah menerima data, informasi, maupun saran positif yang mampu mempengaruhi mental dan fisik Anda.

Mahatma Ghandi pernah berkata bahwa manusia terlalu bebal untuk membaca isyarat yang telah dikirim Tuhan dari waktu ke waktu. kita membutuhkan suara genderang yang dapat menggigit telinga sebelum kita terjaga dari kondisi setengah sadar dan mendengar peringatan.

Aktifitas yang mampu mengaktifkan kekuatan pikir, dan bawah sadar, antara lain :
  1. Berdoa dan Sembahyang
  2. Meditasi dan Perenungan Diri
  3. Membaca dan Belajar
  4. Memecahkan Masalah
  5. Konser Musik
Bhudda Gautama pernah berkata, "Kita adalah sosok yang ada dalam pikiran kita, diri kita adalah jelmaan dari hal yang ada dalam pikiran kita, dengan pikiran yang kita miliki, kita membangun dunia kita."


Syair Kehidupan

Sesungguhnya aku lahir di dunia penuh kebahagiaan ini dengan misi kebebasan.
Namun sampai saat aku menulis kalimat ini, aku pun tak tahu kebebasan yang bagaimana yang seharusnya aku capai.

MANDUKYA UPANISAD


Mandukya upanisad

Mandukya Upanishad dalam naskah Devanagari aslinya terdiri dari 12 mantra yang secara garis besar menggambarkan tentang hubungan antara suku kata tunggal ‘OM’ dengan tingkat Rata Penuhmasing-masing kesadaran manusia.

1. Harih om. Om hyetad aksaram idam sarvam tasyopa
Vyakhyanam bhutam bhavad bhavisyad iti sarvam
Omkara eva, yac canyat trikalatitam tad apy amkara eva

Harih OM. Suku kara om adalah semuanya ini . penjelasan yang gamlang daripadanya adalah sebagai berikut. Semua yang ada di masa lalu , masa sekarang dan masa yang akan datang, sesungguhnya juga adalah Om.


Dua kata pertama dalam mantra bertindak selaku doa bagi sang guru. Seluruh dunia objektif yang dikenal oleh para leluhur kita, oleh kita sekarang dan oleh anak cucu kita nantinya, semuanya ini tiada lain merupakan satu dasar yang tidak berubah pada ketiga periode waktu dan itu dinyatakan oleh symbol dan nama “Om”

2. Sarvam hy etat Brahma ayam atma brahma so’yam atma catus pat

Semuanya ini sesungguhnya adalah Brahman. Atman ini adalah Brahman atman ini memiliki empat kaki ( bagian ).

3. Jagarita stano bahis prajnah saptanga ekonavimsati mukhah stula bhuk vaisnavanarah prathamah padah

Kaki ( pada ) yang pertama adalah vaisvanara, yang bidang kegiatannya adalah keadaan jaga, yang sadar dengan dunia objektif luar, yang memiliki 7 anggota badan dan 19 muka ( mulut ) dan yang menikmati obyek-obyek kasar dunia ini

4. svapna stano ‘ntah prajnah saptanga eko navimsati mukhah praviviktabhuk taijaso dvi-tiyah padah.

Kaki ( pada ) yang kedua adalah taijasa, yang kegiatannya adalah keadaan mimpi, yang sadar akan dunia obyektif batin, yang memiliki 7 anggota badan dan juga mulut dan yang menikmati obyek-obyek halus dunia.

5. yatra supto na kancana kamam kamayate na kancana suapnam pasyati tat susuptam ; susupta sthana ekibhutah prajnana Ghana eva anandamayo hy anandabhuk cetomukhah prajnas trtiyah padah.

Itu adalah keadaan tidur lelep, dimana si penidur tidak menginginkan obyek apapun ataupun melihat mimpi apapun, kaki ( pada ) ketiga adalah prajna, yang bidang kegiatannya adalah tidur lelap dimana semua pengalaman menjadi tersatukan atau tak terbedakan, yang sesungguhnya suatu masa homogen dari keseluruhan kesadaran, dan yang merupakan pintu gerbang kesadaran lain, dari mimpi dan jaga.

6. Esa sarvesvara esa sarvajna eso antaryam esa yonih sarvasya prabhavapyayau hi bhutanam.

Ini adalah penguasa segalanya ; yng mengetahui segalanya : pengendali batin sumber dari segalanya. Dan, dari padanya semua hal berasal dan pada mana mereka akhirnya mmelarutkan dirinya.


Atman adalah realitas, yang wlaupun senantiasa tak terbagi dan tak terlihat akan berwujud sendiri dengan jelas dalam tempat dari badan kita. Brahman adalah realita tertinggi, yang meliputi segalanya yang mutlak, yang tak terkondisikan dan tak terlahirkan. Disini upanisad mengatakan “ Atman ini adalah Brahman”; atau aku pribadi adalah aku- universal.
Atman ini mutlak kemudian merupakan pusat spiritual dalam diri kita, dan karena factor spiritual adalah Abadi dan meliputi segalanya, maka pusat dalam diri kita merupakan pusat segala sesuatunya.
“Atman memiliki empat kaki” dimaksudkan bahwa empat anggota badan artinya empat bidang kegiatan, sehingga atman yang sama tampak bagi dirinya memperoleh empat aspek berbeda. Walaupun dalam kenyataannya ketiga yang mengawalinya mengabdikan dirinya kedalam aspek terakhir, nantinya setelah kita mengikuti mantra Upanisad selanjutnya .
Dalam mantra 3 sampai 6 dijelaskan bahwa dalam kehidupan subjektif manusia, kita mendapatkan tiga bidang kesadaran, dimana kita menikmatinya setiap hari, yaitu: jaga, mimpi, dan tidur lelap.
Vaisvanara (visva) ini adalah keakuan ( ego ) yang menikmati keadaan kesadaran jaga dan ia sadar akan dunia obyek indra- indra ini visua disini digambarkan oleh para pengamat upanisad sebagai memiliki “ 7 anggota badan dan 19 mulut “ . pengungkapan kata “ tujuh anggota badan “ menyatakan keakuan kosmos ( virat ) ini sastra dalam terminologinya sendiri menjelaskan demikian . “ dari diri vaisvanara itu, wilayah kesemarakan adalah kepalanya. Matahari adalah matanya, udara sebagai nafas vitalnya, akasa sebagai bagian tengah badan, air sebagai ginjalnya, bumi sebagai kakinya dan api ahavaininya sebagai mulutnya “ ( chand.up.v.18.2) dan sedangkan keakuan dalam keadaan jaga memiliki 19 mulut, berarti 5 organ persepsi, 5 organ kegiatan, 5 aspek nafas vital ( prana ), pikiran, kecerdasan, keakuan dan citta.
Daya hidup yang sama, yang menarik medan permainannya di dunia luar dan mempersamakan dirinya dengan badan halus, sehingga ia menciptakan suatu kepribadian yang berbeda, yang disebut si pemimpi atau taijasa. Taijasa memiliki dunia pengalaman sendiri dalam mimpinya.
Jadi kesadaran murni pada kita, yang mempersamakan dirinya dengan badan kasar bertindak selaku bagian dari vaisvanara dan realitas yang sama atau prinsip kesadaran yang dikondisikan oleh penyamaannya sendiri dengan badan halus menjadi si pemimpi dan mengalami dunia mimpi sebagai taijasa.
Tetapi bila kita telah melampaui kedua keadaan kesadaran ini, kita akan berada dalam keadaan yang disebut tidur lelap dan dalam keadaan itu kesadaran pada kita tidak mencerahi baik obyek- obyek kasar dunia luar ataupun obyek yang lebih halus dari wilayah mental. Dalam keadaan tidur lelap seluruh kesadaran tampaknya terkumpul; bersama-sama dalam diri kita dan terkristalisasikan menjadi satu masa kesadaran. Pada keadaan pengalaman ini seluruh kesadaran kita telah menjadi masa kesadaran homogen ( prajna naghana ). Keadaan kesadaran yang homogen ini dianggap sebagai suatu keadaan kebahagiaan, karena tak satu penyebab pun yang menciptakan agitasi mental kita selama keadaan jaga atau mimpi, yang ada di sana. Bukan dalam keadaan tidur lelap itu kita sesungguhnya sadar akan kebahagiaan, yang merupakan sifat dasar dari pengalaman itu, tetapi pada saat dari tidur, kita membandingkan pengalaman kita dengan keadaan jaga dan tidur lelap dan menyatakan bahwa dalam keadaan tidur lelap ada suatu perasaan gembira dan bahagia yang sempurna.
JadiUpanisad agung dalam menggambarkan keadaan kesadaran itu ( tidur lelap ), mencirikan sebagai suatu masa kebahagiaan; yang sedemikian jauh bukan untuk menyatakan pengalaman dari kebahagiaan positif apapun, mengenai indikasi bahwa penyebab agitasi tidak ada disana.
Sekarang kita kembali melanjutkan mantra ke- 7

7. Nantahprajnam na bahisprajnam nobha-yatah prajnam na prajnana ghanam na prajnam naprajnam, adrstam avyavaharyam agrahyam alaksanam acintyam avyapadesyam ekatma pratyayasara prapancopasanam santam siwam aduaitam caturtham manyante sa atma sa vijneyah

Itu bukanlah yang sadar tentang dunia subyektif internal, bukan yang sadar tentang dunia eksternal, juga bukan yang sadar atas keduanya, juga bukan yang merupakan masa kesadaran ataupun tidak sadar. Ia tak terlihat oleh organ indra manapun yang tak berkaitan dengan apapun, tak tergambarkan, intinya hanya sang diri saja, penyangkalan dari segala fenomena, sepenuhnya damai, penuh kebahagiaan dan tiada duanya. Inilah yang dikenal sebagai yang keempat ( turiya ). Inilah atman dan inilah yang harus diwujudkan.


Keberadaan tertinggi ( Tuhan ) tak dapat dilukiskan dengan bahasa. Dalam hal kita menguraikan realitas tertinggi seperti memiliki kemampuan ( sifat ), sesungguhnya kita akan menurunkan yang tak terbatas menuju tingkatan yang terbatas; yaitu yang abadi menuju tingkat dasar kefanaan. Jadi satu-satunya cara untuk menyatakan keadaan ke empat atau turiya ( Atman ) adalah dengan bahasa penyangkalan, dan teknik ini dipergunakan dengan baik dalam uraian terkenal tentang Realitas.
Si penjaga, pemimpi, penidur, semuanya telah diuraikan dalam mantra sebelumnya secara lengkap, walaupun merupakan uraian tentang sifat-sifat positif mereka, bidang pengalamannya, kenikmatannya serta kepuasan mereka. Tetapi bila para Rsi telah sampai pada penjelasan tentang keadaan keempat, ia memakai model suatu novel,dalam bahasa negisiasi ; subyek tak dapat dikenali , dirasakan atau dipikirkan, dengan organ. Organ indra, pikiran ataupun kecerdasan.
Kecerdasan tak dapat memikirkan tentang atman sebagai suattu obyek karena pada saat kecerdasan dialihkan sepenuhnya kepda atman maka kecerdasan yang dirampas dari atman, menjadi tak bernyawa dan lembam. Para Rsi disini telah memberi para pencari suatu definisi yang luas dan menyeluruh dari factor Kebenaran Abadi yang menghidupkan semua mahluk hidup.

8. so’yam atmadhy aksaram omkaradhimatram pada mantra matrasca pada akara ukaro makara iti.

Atman yang sama juga merupakan AUM, dari titik pandang suku kata. AUM dengan bagian-bagian dipandang suara atau huruf-hurufnya. Bagian-bagiannya adalah huruf dan huruf-huruf adalah bagian–bagiannya. Di sini huruf-hurufnya adalah A, U, M.

9. Jagaritasthano vaisvanaro ‘karah prathama matra ‘ peteradimatvadva’pnoti ha vai sarvan kamanadisca bhawati ya evam veda

Vaisnara yang memiliki wilayah kegiatan keadaan jaga adalah huruf ‘A’, huruf pertama dari AUM, disebabkan oleh “sifat meliputi segalanya” atau disebabkan oleh “ menjadikannya yang pertama”- keduanya ini merupakan gambaran umum dalam keduanya. Seseorang yang mengetahui hal yang mencapai pemenuhan segala keinginannya dan menjadi orang pertama atau terkenal di antara semua orang.

10. Suapna stanas taijasa ukaro dwitiya matrokarsad ubhayatvad votkarsati ha vai jnana jantatim samanasca bhawati nasya brahmavit kule lohavati ya evam veda

Yang taijasa, yng memiliki wilayah kegiatan pada keadaan mimpi, adalah ‘U’ huruf kedua dari AUM; disebabkan oleh ‘ keunggulan ‘ atau ‘keberadaannya diantara dua’. Ia yang mengetahui ini mencapai pengetahuan yang unggul dan diperlakukan sama oleh semuanya dan tidak ada dalam garis keturunannya yang bukan seorang yang mengetahui Brahman.

11. Susuptasthanah prajno makaras tritiya matram iterapiterua minoti ha va idam sarvam apitisca bhavati ya evam veda

Prajna yang bidang kegiatannya dalam keadaan tidur lelap adalah huruf ‘M’ huruf ketiga dari AUM, karena itu merupakan ‘ukuran’ dan juga ‘ dimana semua menjadi satu’. Seseorang yang mengetahui identitas dari prajna dan ‘M’ mampu mewujudkan sifat sejati dari benda-benda dan orang-orang dari dunia ini dan juga memahami semuanya di daloajm dirinya sendiri.

12. Amatras caturtho vyavaharyah prapan-copasamah sivo
’Dvaita evam omkara atmaiva samuissatyatmana atmanam ya evam veda

Yang tak memiliki bagian, yang tanpa suara, yang tak terpahami, melampaui semua indra, pelenyapan dari semua indra, pelenyapan dari semua fenomena, AUM yang tiada duanya dan penuh kebahagiaan adalah yang keempat, dan sesungguhnya ia sama atman, ia yang mengetahui hal ini, menggabungkan dirinya pada Diri Tertinggi- yang pribadi dalam yang Total.

Apabila realitas mempersamakan dengan susunan fisik, berhadapan dengan dunia obyek-obyek insdra, yang untuk dirinya sendiri mencari pengalaman-pengalaman keakuan keadaan jaga yang disebut Vaisvanara, keakuan keadaan jaga ini ditumpangkan pada suara ‘A’ dari ‘AUM’untuk tujuan meditasi. Metoda penumpang makna terhadap suatu obyek ini merupakan tehnik rahasia yang disebut pemujaan arca.
Dengan melanjutkan tehnik pemujaan arca, kita berikan secara rinci mengenai apa yang akan terjadi dengan penumpangan yang sengaja terhadap huruf kedua dari AUM, yaitu suara ‘U’ keakuan yang dibangkitkan sebagai hasil dari dari identifikasi kita dengan badan halus kita, yang disebut si pemimpi, yang mendapat kepuasan dalam suatu dunia obyek halus bhatin, yang mengalami mimpinya, adalah yang ditumpangkan pada huruf kedua dari ‘AUM’, yaitu suara’ U’.
Titik perbandingan dan gambaran umum antara si pemimpi dan huruf ‘U’ dalam AUM diberikan oleh para Rsi, sehingga para siswa secara mudah dapat bermeditasi pada suara OM.
Sama halnya dengan itu, suara ‘M’ dalam AUM dan keadaan kesadaran tidur lelap dalam kehidupan, keduanya dapat dibandingkan dengan gelas pengukur.gagasannya adalah demikian: dalam pengucapan suara AUM, huruf ‘A’ dan huruf ‘U’menggabungkan dirinya kedalam suara akhir ‘M’ dan kemudian apabila kita melafalkan suara AUM , dari suara ‘M’keluar suara ‘A’dan ‘U’ yang tampaknya muncul demikian itu. Sama halnya dalam keadaan kesadaran tidur lelap, pengalaman keadaan jaga dan keadaan mimpi tampaknya meringkas dirinya kedalam masa kesadaran homogen; dan pada saat bangun dari masa kesadaran yang baik terbedakan ini. Keadaan tertidur, keadaan terjaga dan keadaan mimpi tampak muncul. Dalam hal inilah kita disini dapat membandingkan suara ‘M’ dan keadaan tidur lelap dengan gelas pengukur.
Dan akhirnya kita diberitahu bahwa ketiga visva, taija dan prajna ini merupakan penumpang pada realitas tertinggi, yang merupakan keadaan yang keempat, yaitu turiya- kekal dan abadi, pengetahuan mutlak dan intinya tiada lain adalah kebahagiaan.
Obyek dari proses meditasi yang sedemikian jauh dijelaskan adalah unntuk mengemukakan dalam berbagai huruf dari AUM, kepribadian-kepribadian visva, Taijasa,Prajna, dan sekarang guru menyatakan bagaimana bagian AUM yang tanpa suara merupakan tujuan dari yang bermeditasi, dengan menggabungkannya pada atman murni dalam diri kita.
AUM tanpa bagian merupakan aspek tanpa suara, yaitu keheningan yang senantiasa terjadi demikian antara dua AUM berturut-turut ia tak dapat dipahami karena dapat berfungsi, karena organ-organ indra tak dapat mencatat kesan apapun dari keheningan. Pikiran tak dapat memahaminya dan pernyataan ‘Avyavaharya’ menunjukkan ketidakmampuan pemahaman dari bagian-bagian suara AUM oleh pikiran. Bila AUM tanpa bagian atau kehenian tak tersedia bagi kita untuk memahaminya, wajarlah bila itu merupakan pelenyapan fenomena, dan tahapan ini seharusnya senantiasa penuh kebahagiaan karena gangguan dari dunia semuanya disebabkan oleh kejamakan yang dapat lenyap, kedalam mana kita telah memproyeksikan diri kita dengan asumsi yang salah, dimana daripadanya kita akan memperoleh kepuasan stabil dan kekal.
Inilah tujuan yang harus dicapai, bila tidak sekarang, mungkin pada waktu penjiarahan, bila manusia berada pada akhir sifat kefanaan, keterbatasan, kesedihan dan kekecewaannya. Hanya disanalah kita dapat membuka diri kita untuk menjadi Maha Sempurna,Maha Tahu dan Maha Kuasa hanya itulah satu-satunya wilayah dimana keluhan sudah tidak berarti. Dimana air mata mengering dan kesedihan tak berani mengusik !!









UPANISAD

TRI GUNA


Tri Guna adalah tiga sifat dimiliki semua orang yang mempengaruhi kehidupan manusia yang dapat membentuk watak manusia. Apabila ketiga sifat ini dijalani dengan baik. Maka seseorang dapat mengendalikan pikirannya dengan baik. Hubungan ketiga sifat itu akan terus bergerak bagaikan roda berputar silih berganti dan saling melengkapi selama manusia itu hidup. Manusia dilihat dari kelebihannya memiliki berbagai sifat (kecenderungan). Kita melihat ada yang berpenampilan lemah/lembut, kasar, rajin, menarik, dan sebagainya. Kecenderungan seperti itu ada pada setiap manusia yang merupakan sifat bawaan lahir akibat pertemuan purusa dan pradana. Pada saat pertemuan itu lahir citta dan guna. Cita lahir dari purusa dan guna lahir dari pradana, guna ada tiga perincian yang disebut Tri Guna. Sehingga Guna berpengaruh terhadap citta.
Adapun bagian-bagian dari Tri Guna, yaitu:
• Satwam : bersifat tenang, kasih sayang
• Rajas : bersifat dinamis, keras, rajin
• Tamas : bersifat lamban, nafsu
Apabila Sattwam lebih unggul dari Rajas dan Tamas, maka Atma mencapai moksa. Apabila Sattwam dan Rajas sama kuat, maka atma mencapai sorga. Apabila Sattwam, Rajas dan Tamas berimbang, maka menjelmalah atman menjadi manusia. Apabila Rajas lebih unggul, maka atma jatuh ke neraka. Dan apabila Tamas lebih unggul, maka atman menjadi binatang. Dalam uraian diatas ada beberapa sloka yang menjelaskan hal sehubungan diatas, yaitu:
Wrhaspati Tattwa sloka 15, berbunyi:
Laghu prakasakam sattwam cacalam tu rajah shtitam
Tamo guru varanakam ityetaccinta laksanam
Ikang citta mahangan mawa yeka sattwa ngaranya
Ikang madres molah, yeka rajah ngaranya, ikang abwat peteng, yeka tamah ngaranya.

Artinya:
Pikiran yang ringan dan tenang itu sattwam namanya, yang bergerak cepat, itu rajah namanya, yang berat serta gelap, itulah tamah namanya.
Ketiga guna itu terdapat pada setiap orang hanya saja dalam ukuran yang berbeda-beda. Orang yang lebih baik dipengaruhi oleh guna sattwam, maka ia menjadi orang yang bijaksana, berfikir terang dan tenang, sifat kasih sayang, lemah lembut, lurus hati juga termasuk sifat sattwam.
Dengan memperhatikan petikan sloka tersebut diatas maka jelaslah yang menyebabkan adanya perbedaan kelahiran itu adalah Tri Guna yaitu Sattwam, Rajah dan Tamas, karena lahir dari Tri Guna, dan kama muncul suka dan duka. Kendalikanlah Guna Rajah dan Tamas kearah Sattwam, karena bila Tamas membesar pada Citta akan menyebabkan atma menjelma menjadi binatang.
Kerja sama yang seimbang dari Tri Guna dalam tubuh manusia sangat penting. Manusia harus bergerak atau berbuat, namun perbuatan itu harus dikendalikan oleh Sattwam. Di lain pihak manusia juga perlu istirahat untuk menjaga keseimbangan tubuh, namun harus bisa mengatur waktu istirahat. Dalam kehidupan manusia, masing-masing dari Tri Guna akan bersaing ketat satu sama lainnya untuk saling mempengaruhi. Jika Guna Sattwam menang maka orang tersebut akan selalu berbuat jujur, adil, bijaksana, tidak mementingkan diri sendiri dan selalu berfikir positif. Jika Guna Rajas yang unggul menguasai medan ingatan, maka orang tersebut akan memiliki personaliti yang kasar, serakah, ambisi, serta mementingkan diri sendiri. Dilain pihak jika medan ingatan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh Tamas, maka orang tersebut terlihat acuh tak acuh, malas, bodoh, serta makan dan tidur saja.

GALUNGAN


Mitologi Galungan

Di dalam Usana Bali diceriterakan, bahwa perayaan Galungan adalah suatu peringatan alas kemenangan Bharaya Indra daJam pertem­purannya melawan raja Mayadanawa. Mitologi ini mengandungsuatu kias tentang pergulatan anraya Dharma melawan Adharma yang berak­hiT dengan kernenangan Dharma.

Lebih jauh menurut lontar Usana Bali diceriterakan, bahwa sebeIum pemerintahan raja Mayadanawa di Bali, pelaksanaan ajaran agama Hindu berjalan dengan baik. Pe!aksanaan itu diawali dari mulai Sang Tapa Hyang yaitu Sang Kulputih yang berasal dari Jawa datang ke Bali dan bertempat tinggal di Besakih sebagai Pamangku, dalarlt waktu yang cukup lama. Sejak beliau mulai menjadi pamangku, muncul air di Kiduling Besakih yang kemudian diberi nama air suci Sindhu (Tirtha Sindhu) Air sud tersebut dipergunakan sebagai - sarana penyucian terhadap diri Sang Kulputih setiap Pumama dan THem. Eeliau adalah seorangyang arifbijaksana, dapat mengetahui keadaari secara lahirdan batin. Beliau pulalah yang melaksanakan upacara-upacara pemujaan secara lengkap dengan sarana-sarana upakaranya berupa bebanten, yang dipersembahkan dengan puja mantra dan diantarkan dengan suara bajra yang oraTing, sehingga mengakibatkan terjadinya suasana hening sebagai tanda turunNya para Dewa / Tuhan memberikan ke­makmuran kepada umatnya.

Setelah Sang Kulputih, juga diceriterakan kedatangan Mpu Kuturan dari Jawa ke Bali, mengajarkan ten tang pembuatan tempat­tempat sud sampai ke Desa-desa, seperti Kahyangan Tiga, upakara­-upakara pada saat-saat hari raya, yang pada prinsipnya lebih meman­tapkan umat Hindu dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya. Pelaksanaan ini telah pula dikukuhkan dalam Raja Purana dan prasasti-prasasti, untuk kemudian dapat diwariskan serta dilanjutkan oleh umat selaku generasi penerusnya. Disamping Mpu Kuturan, juga diceriterakan pemerintahan raja-raja yang lain seperti : ]ayapangus, Sang Ratu Detya di Balingkang dan Ratu Mayadanawa di Bedahulu. Dianraya pemerintahan raja-raja tersebut ketika pemerintah­an raja Mayadanawa terjadi pergolakan yang hebat, karena pemerintah­annya sangat berbeda dengan raja-raja yang lainnya. Beliau dikenal sebagai raja yang sakti, Ioba, angkara murka, raja diraja dan mengang­gap dirinya paling sakti, Iebih sakti dari para Dewa, Tuhan dan malahan dinyatakan bahwa dirinyalah sebagai Tuhan. Beliitu melarang segala upacara -upakara yang telah biasa terlaksana sebelumnya, sehingga bumi Bali menjadi kering dan tidak menghasilkan apa-apa. Perlakuan tersebut mengakibatkan rakyat Bali hidupnya sangat sengsara. Hal ini sangat dirasakan oleh Sang Kulputih, sehingga Beliau bersama-sama dengan para pamangku dari berbagai desa-desa lain memohon ke Pura Besakih, agar dapat diselamatkan dari serangan raja Mayadanawa. Permohonan- tcrsebut direstui oleh Dewa-dewa di Indraloka, dan kemudian mengutus Bharaya Mahadewa dan Bhatari Danuh serta Bha­raya-Bharaya semuanya untuk turun ke Bali, dan menghaturkan pula dud uk persoalannya kehadapan Bharaya Pasupati, yang dilanjutkan dengan mohon kematian raja Mayadanawa, karena segala perbuatan­nya telah mengakibatkan kehancuran di bumi Bali itu. Segala petunjuk tersebut dilaksanakan dengan baik, sehingga pelaksanaan kepergian­nya itu diantarkan dari alam niskala Indraloka, dan akhimya Bharaya Indra telah berada di Bali diiringi oleh para Dewa, Raksasa yang telah lengkap dengan senjata untuk berperang, disertai dengan jutaan peng­ikutnya dalam keadaan siap tempur.

Kedatangan pasukan Bharaya Indra itu telahdidengaroleh raja Mayadanawa di Bedahulu, sehingga segera para. patih, mantri dan punggawa semuanya dikumpulkan, karena kerajaannya akan menda­pat serangan untuk dihancurkan. Untuk menyelidiki kebenarannya, maka diutuslah patih Kala Wong berangkat, serta melaporkan hasilnya dengan segera pada raja Mayadanawa. Ternyata semua hasil penyeli­dikannya itu benar.

Pasukan yang dipimpin oleh Bharaya Indra dengan semua pengirlngnya, telah berada di Besakih dan memenuhi tempat yang ada, lalu saatitu beliau memanggil Bhagawan Narada dengan widyadaranya akan diutus.selaku duta lee Bedahulu, menyelidiki perlakuan raja Maya­danawa, mempersiapkan dirinya menghadapi serangan. Perintah terse­but dilaksanakan dan hasilnya segera dilaporkan pula bahwa pasukan Mayadanawa sudah slap sedia. Turunlah pasukan Bharaya Indra dan terjadilah peperangan dengan hebatnya, yang mengakibatkan banyak yang mati, dianrayanya para patih raja Mayadanawa yang diandalkan banyak mati terbunuh. Kejadian ini segera dilaporkan oleh Kala Wong pada raja, dan Mayadanawa menjadi marah serta segera pergi ke medan peranguntukmenga.dakan perlawanan terhadap musuh-musuhnya itu. Di lain pihak pasukan Bharaya Indra telah slap untuk menghadapinya, karena telah diketahui para pengikut Mayadanawa semakin berkurang. Menghadapi ini lalu M<;1yadanawa dengan patih Kala Wong mempergu­nakan kesaktiannya untuk menghindar dan mengelabui serangan musuhnya, yaitu dengan berkali-kali mengubah rupanya. Selain itu air yang mengalir di sungai dibuatnya beracun, agar setiap diminum oleh pasukan musuh mengakibatkan kematian. Semua usahanya ini berhasil, namun cepat pula diketahui oleh Bharaya Indra sehingga beliau segera mengutus Bhagawan Narada dengan Bhagawan Whraspati dan para bhujanggaResi Ciwasogata untukmemohon keselamatandengan Weda Yoga Sandhinya, supaya air yang beracun itu cepat berubah menjadi tirtha amertha sebagai somber kehidupan terhadap para pengikutnya semua. Upacara pennohonan itu segera dilaksanakan, namun tirtha amertha belum juga muncul. Pada kesempatan itu lalu turunlah Bharaya Indradengan Bharaya Mahadewa dari Padmasana menancapkangaganco dan umbul-umbul terns dilanjutkan memohon dan memuja dengan Weda Yoga Sandhinya, akhimya dengan tiba-tiba muncul percikan tirtha dengan kekuatan yang loaf biasa, serta dapat menghidupkan semua pengikut yang tadinya telah mati keracunan. Tirtha tersebut kemudian diberi nama Tirtha Empul. Selanjutnya perjuangan untuk mengejar pasukan Mayadanawa dikerahkan lagi menuju ke Manukaya dan mengurungnya dari segala penjuru. Pada kesempatan ini Mayadanawa sering berpindah-pindah dan berubah-ubah bentuknya akibat dari kesaktiannya, sehingga tidak terlihat oleh Bharaya Indra dalam pengejarannya, namun akhimya Mayadanawa dapat pula terbu­nuh dengan mengeluarkan darah dari sekujur tubuhnya sampai menga­liT ke arah selatan, dan konon sungai ini kemudian bernama We Patanu / Tukad Patanu. Dengan sudah terbunuhnya Mayadanawa itu, maka dimulailah melaksanakan pemujaan dan persembahan upacara-upaka­ra yang terputus itu kembali, dan diperingati sebagai hari kemenangan Dharma melawan a-Dharma.

Demikian mitologi tentang kemenangan Dharma melawan a­Dharma dikiaskan dengan pergulatan / peperangan anraya Bharaya Indra melawan Mayadanawa, yang berakhir dengan kemenangan dipihak Dharma/penganut agarna dan diperingati sebagai bari Galu­ngan.

Lebih jauh dapat dikaji dari mitologi Galungan tersebut, bahwa dengan berhasiInya kemenangan dharma itu merupakan bari turunnya Dharma untuk ditegakkan kembali. Oleh sebab itu, maka hari Raya Galungan juga disebut hari "Pawedalan Jagat", yang pelaksanaan peri­ngatannya dimulai dari Tumpek Wariga, sebagai upacara awal untuk menyongsong kedatangan Galungan. Hari Pawedalan jagat, merupa­lean penngatan untuk mengupacarakan kelahiran Junia dengan segala isinya, yang pennohonannya ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumbemya. Pawed.alan Jagat, maksudnya bahwa dunia dengan segala isinya telah lahir kembali, karena semenjak pemerintaha!1 raja Mayadanawa, pemeliharaannya baik secara lahir ma_-=-pun batin tidak mendapatkar. perhatian, yang mengakibatkan keadaan jagatjaman itu mengalami kehancuran. Kehancuran tersebut, disebabkan oleh keserakahan nafsu Mayadanawa dalam pemerintahannya, yang berusa­ha memaksa untuk menghilangkan kepercayaan dan keyakinan para rakyatnya yang telah taat pada ajaranagamanya, serta menyuruh memuja dan memu_ dirinya, serta menganggapdan menyatakan bahwa dirinya­lab Tuhan yang paling 58.kti di Junia ini. Paksaan ini bagi para penganut agama, jelas tidak dapat diterima, maka itulah sampat terjadi pergulat­ani peperangan yang didukungoleh para abdi agarna, dibawah pimpin­an yang ditokohkan sebagai Bharaya Indra yang mengayomidanmenye­lamatkan para pendukung agama itu, yang diperjuangkan secara lahir batin. Secara lahir, yaitu dengan berperang mengadakan pedawanan untuk menegakkan kebenaran dengan didukung oleh semangat kerja, sedangkan secara batin melalui berdoa untuk memohon petunjuk dan kekuatan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui tapa, brata, yoga dan semadi, agar terhindar dari mala petaka. Demikianlah makna­nya yang terkandung dalam mitologi Galungan patut disyukuri hik­mahnya dengan melaksanakan peringatannya setiap 210 hari / 6 bulan sekali secara lahir batin, demi kelangsungan tegak dan kokohnya dhar­ma itu sepanjang masa.

Selanjutnya tentang tokoh Mayadanawa dalam mitologi ini, perlujuga dikaji lebihmendalam, siapakah sebenamya beliau itu. Untuk adanya sekedar gambaran berdasarkan sumber tertulis yang dapat ditemukan dan kepercayaan dimasyarakat, akhimya dapat disimpul­kan bahwa raja Mayadanawa itu adalah seorang raja keturunan dari Singha Mandawa, yang dalam suatu prasasti (875) menyebut nama (j:ri Agni Nripati, dengan pusat kerajaan mula-mula berada di daerah Kin­tamani, tetapi kemudian karena istananya terbakar dan berusaha rnen­cari daerah yang lebih makmur, dipindahkan ke daerah Pejeng / Beda­hulu. Beliaumula-mula menganut agama Waisnawa, kemudian beraga­ma qiwa, yang selanjutnya karena merasa dirinya kuat, Iplu mengang­gap dirinya sebagai Tuhan dan melarang rakyatnya memuja leluhumya ataupun Tuhan yang telah diyakininya. Larangan inilah yang dirasakan sebagai paksaan, sehingga untuk membela kebenaran berdasarkan keyakinannya dihadapi dengan peperangan, yang akhimya dapat mengalahkan Mayadanawa dalam tahun 887 Çaka.

Dikalangan rnasyarakat, rnitologi tentang Mayadanawa yang juga telah memasyarakat, adalah menganggap beliau sebagai seorang raja yang sudah berjnana tinggi, sehingga dengan kesaktian yang telah dirnilikinya, beliau dapat terhindar dari serangan musuh serta sering dapat berubah-ubah rupa dan bentuk yang sulit diketahui oleh rakyat biasa. Akibat merniliki joana yang tinggi, maka cara beliau sulit diikuti oleh rakyatnya, yang termasuk goiongan awam untuk rnelaksanakan ajarannya, sehingga beliau melarang rakyatnya untuk melaksanakan pemujaan tel:.ddap Tuhan dan leluhumya. Bila hal ini dikaji lebih mendalam, tentang jalan yang bel urn searah ini dapat terjadi anraya raja yang memerintah dengan rakyat yang diperintahnya itu kemungkinan terletak pada tinggi dan rendahnya penghayatan masing-masing dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Dianraya keempat jalan yang ada, yaitu tentang Catur Marga itu,maka raja Mayadanawa kemungkinan menempuh Jnana Yoga sedangkan rakyatnya barn sampai pada tingkatan Bhaktidan Karma Marga. Rupa-rupanya dari jalan yang ditempuh itulah merupakan pangkal tolak munculnya ketidak searahan itu, sehingga sampai terjadi peperangan tersebut, yangakhimya dari hasil perang itu pulalah menimbulkan akibaJ terjadinya kekalahan dan kemenangan. Yang kalah akan lenyap, dan yang menang akan jaya. Demikianlah kemenangan Dharma merupakan kejayaan bagi umat Hindu untuk tetap menegakkan dharmanya, serta memelihara kekokohannya.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo